LENGKONG AYOBANDUNG.COM -- Berikut 83 lomba 17 Agustus individu dan kelompok buat Anak-anak, orang tua, RT RW, Karang Taruna HUT RI 2022 Ke-77 seru dan menghibur banget.. Hari Kemerdekaan Indonesia atau HUT RI 2022 ke-77 akan segera tiba. Berikut 83 lomba agustusan individu dan kelompok sambut perayaan peringatan ulang tahun Indonesia.. Pada 17 Agustus saat Hari Kemerdekaan Indonesia biasanya
Puisi Valentine Untuk Orang Tua - Ayah.. Tidak tertampung lagi Keringatmu yang tercurah Hanya demi anakmu ini. Bagaimana aku akan membalas itu semua ayah? Aku hanya dapat memberikan serangkai puisi Yang kuberikan sebagai kado diharikasih sayang ini. Aku menyayangi ayah, Jauh dari yang ayah tahu. Tak akan kusia-siakan Jerih payahmu selama ini.
Mahkotaorang-orang tua adalah anak cucu dan kehormatan anak-anak ialah nenek moyang mereka. Amsal 17:6. Hiasan orang muda ialah kekuatannya, dan keindahan orang tua ialah uban. 5 Puisi untuk Tuhan Yesus Kristus dalam Kristen; 30 Ayat Alkitab Tentang Kesederhanaan Hidup; 5 Destinasi Wisata Rohani Katolik di Bali;
Taktahu berapa banyak pengorbanan yang bisa ku balas untuk kalian Bahkan bila diberi dunia seisinya pun masih kurang tuk bisa seperti yang kalian ber. Puisi | Perjuangan Orang Tua . 3 Agustus 2022 17:06 Diperbarui: 3 Agustus 2022 17:06 0 0 0 + Laporkan Konten. Laporkan Akun. Lihat foto Foto ibu dan Anak oleh @huanshi di
Puisirindu di bawah ini adalah contoh betapa kehilangan kekasih adalah hal yang sangat menyedihkan: 1. Sebuah Bangku Di Jalan Pulang. Tidak ada beda, ku pikir. Seperti sebelum aku mengenalmu semua akan ku rasa sama. Melewati setiap jejak langkah yang terhapus masa, tanpamu bukan lagi menjadi beban, kataku.
Masamasa remajaku sungguh pelik. Masa-masa yang dilalui yang begitu sulit. Lalu kuambil pena dan kertas, aku tuliskan sebuah puisi. Terima kasih masa remajaku. Yang tlah tertatih-tatih untukku. Sungguh merugi seorang tua sepertiku. Yang menyesali masa remajanya, tak ada pilu. Kuselipkan kertas yang kutuliskan puisi itu di diary.
. Seorang ayah bernama Bakri berumur penghunjung 50-an diundang sekolah anaknya untuk hadir pada Welcome Parents’. Sungguh dia amat enggan perkara seperti ini. Merasa sudah punya empat orang anak, bahkan yang tertua sudah masuk kuliah. Ia merasa sudah gak umurnya lagi bersenda gurau dengan anak pada welcome parents di sekolah. Namun karena istri dan anaknya yang nomer empat memintanya dengan sangat, ia pun datang ke sekolah anaknya dengan hati berat. Seperti yang ia duga, acara di kelas hari itu menampilkan kebolehan masing-masing anak dihadapan para ayah mereka. Terlihat di sana banyak para ayah yang berusia sekitar 30-an. Kesemua ayah itu antusias melihat buah hati mereka. Bakri hanya tersenyum, berkatalah ia dalam hati; “Dulu aku juga seperti mereka saat punya anak pertama. Tapi kini sudah gak zaman lagi baginya acara anak-anak seperti ini.” Satu per satu murid dipanggil untuk tampil ke depan dan menunjukkan kebolehannya Selama 5 menit. Usai penampilan maka ayah mereka dipanggil ke depan untuk menerima hadiah yang telah disiapkan oleh sang anak untuk ayah mereka. Ada yang menampilkan kebolehan bernyanyi. Ada yang menulis dan baca puisi. Berpidato dengan bahasa asing. Atraksi permainan dan banyak lagi. Kini giliran Umar, anak Bakri nomer empat yang berusia 10 tahun dipanggil namanya untuk tampil ke depan. Bakri mengira bahwa Umar pasti akan menampilkan hal serupa dengan kawan-kawannya. Diujung penampilan, Bakri harus berpura-pura sumringah dan memberi pelukan hangat kepada Umar buah hatinya. Agar semua orang di kelas itu tahu bahwa ia adalah ayah yang layak dibanggakan. Ehemmm, itulah pikirnya! “Kamu ingin menampilkan apa untuk ayahmu, Umar?” tanya ibu guru. “Aku akan tampil dengan Ustadz Amir di depan” jawab Umar bersemangat. Ibu Guru pun mempersilakan ustadz Amir untuk ke depan kelas dan tak lupa ibu guru menjelaskan kepada para ayah bahwa ustadz Amir adalah guru ekstra kurikuler yang mengajarkan baca Al Quran di sekolah. “Nah Umar, kini giliranmu untuk memulai penampilan…” ujar ibu guru. Umar mengucap salam. sedikit kata pembuka ia ucapkan. Ia berkata bahwa ia akan membaca surat Al Kahfi yang berjumlah 110 ayat. Sadar dengan waktu yang terbatas ia meminta bantuan Ustadz Amir untuk memegang mushaf Al Quran dan menyebutkan ayat mana saja untuk ia baca. Para ayah yang hadir mulai berdecak kagum. Mereka mengerti bahwa Umar bukan hanya akan membaca Al Quran, namun dia malah sudah menghafalnya! “Baik, sekarang coba kamu baca ta’awudz dan basmalah dan mulai dari ayat pertama….!” pinta ustadz Amir. Dengan memejamkan mata, Umar mulai membaca. Tak disangka…., suara yang keluar dari mulut Umar terdengar begitu merdu. Rupanya Umar membaca Al Quran mengikuti lantunan Qari cilik bernama Muhammad Taha Al Junaid yang terkenal itu. Ia membaca dengan hati yang tenang lalu membawa kedamaian pada setiap telinga yang mendengarnya. Ayat 1-5 telah dibaca Umar. Ustadz Amir mengangguk-anggukan kepalanya mengikuti bacaan Umar yang merdu tanpa sekalipun beliau putus. Lalu Ustadz Amir meminta Umar untuk membaca dari ayat 60. Umar pun membaca dengan suara yang menenangkan jiwa. Semua mata dari para ayah yang hadir kita mulai berkaca-kaca. Seolah mereka penuh harap andai anak2 mereka bisa seperti Umar. Demikian pula dengan Bakri, ayah Umar. Ia yang tadinya tidak sepenuh hati datang ke sekolah. Kini malah ia begitu antusias! Lalu ustadz Amir meminta Umar untuk pindah lagi ke ayat 107 -110 sebagai penutup penampilannya. Maka Umar pun membacanya tanpa satu pun kesalahan. Begitu Umar menyudahi bacaannya, belum juga dipersilakan maka bangkitlah Bakri dari duduknya dan langsung berjalan ke depan dan memeluk Umar. Terlihat rasa bangga yang terpancar dari wajah Bakri usai melihat penampilan buah hatinya. Para hadirin pun menyaksikan bahwa Bakri beberapa kali menyeka air mata yang berderai di pipinya. Seisi ruangan terpukau dengan lantunan Al Quran yang dibacakan dengan suara merdu Umar. Menyudahi suasana yang haru itu, ibu guru membuka tanya kepada Umar, “Mengapa engkau ingin membaca Al Quran untuk ayahmu sedangkan semua temanmu tak ada yang terpikir untuk melakukannya, Umar?” Rupanya Umar pun turut haru usai dipeluk sedemikian hangat oleh sang ayah. Dengan mata berkaca-kaca Umar berkata, “Ustadz Amir pernah ajarkan aku untuk rajin belajar Al Quran. Beliau sampaikan bahwa orang yang hafal Al Quran membuat kedua orang tuanya mulia di akhirat. Kedua orang tua akan mendapat mahkota dari cahaya dimana cahayanya lebih indah dari sinar mentari dunia… Aku ingin, ayah & ibuku mendapat kemuliaan seperti itu dari Allah Swt karena itu aku belajar menghafal Al Quran bersama ustadz Amir.” “Subhanallah….” terdengar suara para ayah berkumandang di kelas itu. Semuanya berkeinginan anak-anak mereka seperti Umar. “Apakah saya boleh bicara?” tanya Bakri kepada para hadirin. Semua orang mempersilakan. “Hmmm…., hari ini adalah hari yang teramat bahagia untuk saya. Anda semua para ayah tak ada bedanya aku rasa. Kita menyekolahkan anak-anak kita di sekolah terbaik seperti sekolah ini. Dengan biaya yang tak murah, dengan segala fasilitas duniawi yang serba ada. Mungkin dibenak kita para ayah adalah jangan sampai anak-anak kita tidak bisa mengejar kemajuan dunia…. Terus terang aku sudah hampir 50 tahun. Aku punya empat orang anak, dan Umar adalah putraku yang terakhir. Dengan ambisi duniawiku, aku sekolahkan ia di sini dengan harapan bahwa ia akan memiliki masa depan gemilang. Aku tersadar bahwa pemikiran putraku ini justru telah membuat masa depanku gemilang. Ia mempelajari dan menghafal Kitabullah Al Quran agar supaya kedua orang tuanya memiliki masa depan yang gemilang di akhirat! Terima kasih anakku… Maafkan ayah yang lupa untuk mendidikmu untuk mempelajari Al Quran….” Bakri pun lalu memeluk Umar kembali. Keduanya menagis haru, dan seluruh kelas pun hening terdiam menyaksikannya…..!
puisi mahkota untuk orang tua